Etnis Rohingya memiliki kata Rohingya berasal
dari Roshangee atau Rohai artinya penduduk muslim Roshang atau Rohang untuk
sebutan daerah sebelum berubah nama menjadi Arakan berubah lagi menjadi Rakhine
Utara. Etnis ini berbahasa Bengali mirip dengan bahasa Indo-Eropa. Ahli sejarah
dan warga setempat menyakini bahwa Rohingya adalah penduduk asli negara bagian
Rakhine sejak abad ke-19,saat Myanmar masih berada di bawah penjajahan Inggris
tapi oleh Organisasi Nasional Rohingya Arakan (ARNO) bahwa Nenek moyang
mereka dari bangsa Arab, Moor, Pathan, Moghul, Bengali, dan beberapa orang
Indo-Mongoloid .
Sejak 1942 mereka mengalami upaya
pengusiran dari wilayah Arakan, dimana terjadi genosida muslim Rohingya atau
oleh pasukan pro Inggris sekitar 100ribu muslim tewas dalam tragedi tersebut.
Sekitar 1970-an, mulai terjadi tindakan
represif kepada minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine dan membuat banyak
muslim rohingya yang bermigrasi ke negara tetangga.
Pada 1982, negara Myanmar membuat sebuah
undang-undang kewarganegaraan baru disahkan, dan secara efektif membuat
orang-orang Rohingya tidak punya status warganegara. Sekarang,sekitar jumlah
1,1 juta penduduk muslim Rohingya yang tinggal di kawasan yang oleh dunia Barat
dikenal dengan sebutan Burma itu.
Sebab utamanya adanya persekusi, pengusiran dan genosida terhadap
etnis rohingya karena pada 1982, sebuah undang-undang kewarganegaraan baru
disahkan, dimana secara mutlak membuat Rohingya tidak memiliki status
kewarganegaraan. sehingga di bawah regulasi baru, Etnis Rohingya menjadi
salah satu dari 135 kelompok etnis yang tidak diakui di negara ini. Banyak
Rohingya yang tidak memiliki dokumen resmi paspor dan akta kelahilan,semacam
itu. karena Pemerintah Myanmar tidak tersedia atau ditolak pengajuannya. Negara Myanmar mengklaim terhadap etnis Rohingya
sebagai "Bengali" (orang Bangladesh) bahwa mereka adalah penduduk
asli Bangladesh sehinggga dideportasi dari Myanmar. Sehingga membuat etnis
rohingya ini tak memiliki kewarganegaraan dan negara untuk bermukim.erangkaian
tindakan kekerasan oleh aparat keamanan Myanmar dianggap melakukan pelanggaran
hak asasi manusia termasuk pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan, dan
pembakaran walaupun tuduhan tersebut dibantah oleh pemerintah Myanmar.
Namun, pemerintah Bangladesh juga tidak mengakui
keberadaan etnis Rohingya sebagai bagian dari mereka.
Sedangkan, Pemerintah Indonesia mempunyai
strategi Formula 4+1oleh Menteri luar negeri RI, Retno LP Marsudi
menyampaikan untuk Rakhine State yang, Empat elemen ini terdiri dari: (i)
mengembalikan stabilitas dan keamanan; (ii) menahan diri secara maksimal dan
tidak menggunakan kekerasan; (iii) perlindungan kepada semua orang yang berada
di Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama; dan (iv) pentingnya segera
dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan. Sedangkan, satu elemen lainnya adalah
pentingnya agar rekomendasi Laporan Komisi Penasehat untuk Rakhine State yang
dipimpin mantan Sekjen PBB Kofi Annan dapat segera diimplementasikan. Menlu RI
untuk membuka akses bagi Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM),
bahwa baru saja meluncurkan Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM)
pada 31 Agustus 2017.
Aliansi terdiri dari sebelas organisasi
kemanusiaan yang memprioritaskan bantuannya kepada empat hal, yaitu (i)
pendidikan; (ii) kesehatan; (iii) livelihood (ekonomi); dan (iv) relief.
Komitmen bantuan yang diberikan oleh Aliansi adalah sebesar 2 juta dolar AS.